Rabu, 14 Maret 2012

riba dan jual beli salam

RIBA DAN JUAL BELI SALAM

A.    Riba
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالُوا حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ (مسلم)

Dikatakan Muhammad ibn ash-shobbah dan zuhairu ibn harb dan utsmann ibn abi syaibah mereka berkata diceritakan husyaim dikabarkan abu zubair dari jabir r.a beliau berkata : Rasulullah SAW mengutuk makan riba, wakilnya dan penulisnya, serta dua orang saksinya dan beliau mengatakan mereka itu sama-sama dikutuk. Diriwayatkan oleh muslim.
قوله : لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم آكل الربا وموكله وكاتبه وشاهديه وقال : هم سواء ) , هذا تصريح بتحريم كتابة المبايعة بين المترابين والشهادة عليهما . وفيه : تحريم الإعانة على الباطل . والله أعلم

Maksudnya, Rasulullah SAW memohon do’a kepada Allah agar orang tersebut dijauhkan dari Rahmat Allah. Hadits tersebut menjadi dalil yang menunjukan dosa orang-orang tersebut dan pengharaman sesuatu yang mereka lakukan. Dikhususkan makan dalam Hadits tersebut, karena itulah yang paling umum pemanfaatan penggunaannya. Selain untuk makan, dosanya sama saja. Yang dimaksud موكله itu adalah orang yang memberikan riba, karena sesungguhnya tidak akan terjadi riba itu kecuali dari dia. Oleh karena itu, dia termasuk dalam dosa. Sedangkan dosa penulis dan saksi itu adalah karena bantuan mereka atas perbuatan terlarang itu. Dan jika keduanya sengaja serta menngetahui riba itu maka dosa bagi mereka.
Dalam suatu riwayat telah dipaparkan, beliau telah mengutuk seorang saksi dengan mufrad  (tungggal) karena dikehendaki jenisnya. Lalu juga kamu katakan hadits yang artinya : S “ Ya Allah apa-apa yang saya kutuk, jadikanlah dia sebagai rahmat, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan dalam matan lain  ”apa yang saya kutuk maka memberatkan orang yang saya kutuk itu “, menunjukan keharamannya. Dan tidaklah dimaksudkann do’a yang sebenarnya yang membahayakan orang beliau do’akan.
Itu jika orang yang dikutuk tersebut bukan yang melakkukan perbuatan yang diharamkan dan tahu kutukan itu dalam keadaan Rasulullah marah.
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه عن النبي ص.م: الربا ثلاثة وسبعون بابا ايسرها مثل ان ينكح الرجل أمه وان اربى الربا عرض الرجل المسلم(رواه ابن ماجه فحتصر والحاكم بتمامه وصجيح)

Dari Abdullah bin mas’ud r.a dari Nabi SAW beliau bersabda: Riba itu ada 73 pintu. Yang paling ringan diantarannya ialah seperti seseorang laki-laki yang menikahi ibunya, dan sehebat-hebattnya riba adalah merusak kehormatan seorang muslim. (diriwayatkan oleh ibnu majah dengan rigkas dan olah al-hakim selengkapnya dan beliau menilainya sahih.
Adapun yang semakna dengan hadits tersebut terdapat beberapa Hadits. Telah ditafsirkan riba dalam hal merusak nama baik atau merusak kehomatan seorang muslim sama saling mencaci maki.
Dalam Hadits tersebut disebutkan bahwa riba itu bersifat mutlak terhadap perbuatan yang diharamkan, sekalipun bukan termasuk dalam bab ribayang terkenal itu. Penyamaan riba yang paling ringan dengan seseora ng yang berzina dengan ibunya seperti sudah disebutkan tadi karena dalam perbuatan riba itu terdapat tindasan yang menjijikkan akal yang  normal.
عن ابي سعيد الخدرى رضى الله عنه ان رسول الله ص.م قال لاتبعوا الذهب الا مثل ولا تشفوا بعضها على بعض ولا تبعوا الورق با لورق الا مثلا بمثل, ولا تشفوا بعضها على بعض ولا تبيعوا منها غائبا بناخر (متفق عليه)

Dari abi Said al-khudari r.a ( katanya): sesungguhnya Rasulullah bersabda :Jangnanlah kamu menjual dengan emas kecuali yang sama nilainya, dan janganlah kamu menjual uang dengan uang kecuali yang sama nilainnya, dan jangganlah  kamu menambah  sebagian atas sebagiannya, dan jannganlah kammu menjual yang tidak kelihatan diantara dengan yang nampak. (muttafaq Alaihih).
Hadits tersebut menjadi dalil yang menunjukan pengharaman jual emas dengan emas, dan perak dengan perak yang lebih kurang (yang tidak sama nilainya) baik yang satu ada di tempat jual beli dan yang lain tidak ada ditempat penjualan berdasarkann sabdanya “kecuali sama nilaiya”. Sesungguhnya dikecualikan dari itu dalam hal-hal yang paling umum, seakan-akan beliau bersabda: janganlah kamu jual- belikan emas dan perak itu dalam keadaan yang bagaimanapu, kecuali dalam keadaan yang sama nilainya ataupun harganya emas dan perak itu sendiri[1].

B.     Macam-Macam Riba
Menurut para ulama fiqih, riba dapat dibagi menjadi empat macam, masing-masing[2] :
1.      Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama timbangannya atau takarannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan.
Contoh : tukar menukar dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, gandum dan sebagainya.
2.      Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang meminjami atau mempiutangi.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
3.      Riba Yad yaitu berpisah dari tempat sebelum timbang diterima. Maksudnya : orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelumnya ia menerima barang tersebut dari sipenjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual-beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
4.      Riba Nasi’ah yaitu tukar menukar dua barang yang sejenis maupn tidak sejenis yang pembayarannya disyaraktkan lebih, dengan diakhiri atau dilambatkan oleh yang meminjam.
Contoh : Aminah membeli cincin seberat 10 Gram. Ole penjualnya disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas seberat 12 gram, dan apalagi terlambat satu tahun lagi, maka tambah 2 gram lagi menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.

C.    Jual Beli Salam.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى قَالَ عَمْرٌو حَدَّثَنَا وَقَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَثِيرٍ عَنْ أَبِي الْمِنْهَالِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِي الثِّمَارِ السَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ مَنْ أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ (مسلم)
Dari abnu abbas r.a beliau berkata: Nabi SAW, tiba di madinah pada masa mereka biasa meminjam setahun dan dua tahunn lalu beliau bersabda: “Barang siapa yang meminjam atau menghutang buah-buahan, maka hendaklah ia menghutangnya dengan penakaran tertenntu, dan dengan penimbangan tertentu, hingga batas waktu tertentu (H.R muslim).
قوله صلى الله عليه وسلم : ( من سلف في تمر فليسلف في كيل معلوم ووزن معلوم إلى أجل معلوم ) فيه : جواز السلم , وأنه يشترط أن يكون قدره معلوما بكيل أو وزن أو غيرهما مما يضبط به , فإن كان مذروعا كالثوب , اشترط ذكر ذرعان معلومة , وإن كان معدودا كالحيوان , اشترط ذكر عدد معلوم . ومعنى الحديث أنه إن أسلم في مكيل فليكن كيله معلوما , وإن كان في موزون فيكن وزنا معلوما , وإن كان مؤجلا فليكن أجله معلوما . ولا يلزم من هذا اشتراط كون السلم مؤجلا , بل يجوز حالا ; لأنه إذا جاز مؤجلا مع الغرر فجواز الحال أولى ; لأنه أبعد من الغرر , وليس ذكر الأجل في الحديث لاشتراط الأجل , بل معناه : إن كان أجل فيكن معلوما , كما أن الكيل ليس بشرط , بل يجوز السلم في الثبات بالذرع , وإنما ذكر الكيل بمعنى أنه إن أسلم في مكيل فليكن كيلا معلوما أو في موزون فليكن وزنا معلوما . وقد اختلف العلماء في جواز السلم الحال مع إجماعهم على جواز المؤجل , فجوز الحال الشافعي وآخرون , ومنعه مالك وأبو حنيفة وآخرون , وأجمعوا على اشتراط وصفه بما يضبط به . % قوله صلى الله عليه وسلم : ( من سلف في تمر فليسلف في كيل معلوم ووزن معلوم ) هكذا هو في أكثر الأصول ( تمر ) بالمثناة , وفي بعضها : ( ثمر ) بالمثلثة , وهو أعم , وهكذا في جميع النسخ . ووزن معلوم بالواو لا ( بأو ) ومعناه : إن أسلم كيلا أو وزنا , فيكن معلوما . وفيه : دليل لجواز السلم في المكيل وزنا وهو جائز بلا خلاف . وفي جواز السلم في الموزون كيلا وجهان لأصحابنا : أصحهما : جوازه كعكسه .
Sebenarnya kata salam menurut islam adalah sistem jual beli yang menerangkan sifat-sifatnya saja dan tanggungan penjual dengan ganti (harga) yang diberikan atau dibayar kontan. Sistem jual beli semacam ini disyari’atkan, kecuali menurut ibnul musyayab. Menurut ulama sepakat bahwa disyariatkan dalam jual salam itu sesuatu yang di syariatkan dalam jual beli pada biasanya dan wajib penyerahan harga sehari atau dua hari, dan harus penetapan berdasarkan dua ketentuan yang dijelaskan dalam hadits tersebut[3].
عن ابن ابي نجيح عن عبد الله بن كثير عن ابىالمنهال عن ابن عباس رضي الله عنهما: قدم رسول الله ص.م المدينة والناس يسلفون فى الثمر العام والعامين او قال: عامين او ثلاثة شك اسمعيل- فقال: من سلف فى تمر فيسلف فى كيل معلوم ووزن معلوم.
حدثنا محمد اخبرنا اسماعيل عن ابن ابي نجيح بهذا: فى كيل معلوم ووزن معلوم.

Dari ibnu abi najih, dari abdullah bin katsir, dari abu al-minhal, dari ibnu abbas r.a dia berkata, “Nabi SAW datang ke madinah dan manusia melakukan jual-beli salam pada kurma setahun atau dua tahun atau dia mengatakan dua atau tiga tahun, ismail ragu. Maka beliau bersabda, “Barang siapa yang melakukan jual beli salam pada kurma, maka hendaklah dia melakukannya dengan takaran yang diketahui dan timbangan yang diketahui”.
Adapun perkataan Imam Bukhari “ Bab jual beli salam dengan takaran yang diketahui “, yaitu pada barang bisa ditukar. Disyaratkan yang menentukan takaran yang digunakan pada barang yang dijual dengan sistem salam. Apabila barang itu adalah sesuatu yang dijual dengan menggunakan ukuran takaran, merupakan suatu yang disepakati oleh para ulama, karena adanya perbedaan volume takaran, kecuali apabila dinegeri itu hanya ada satu takaran standart, maka jika disebutkan kata takaran secara mutlak dapat dipahami bahwa yang dimaksud adalah takaran standard itu tersebut.
Adapun jual-beli sistem salam dengan menggunakan timbangan yang diketahui. Seperti pada hadits dibawah ini.
عن ابن نجيح عن عبدالله بن كثير عن ابي المنهال عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قدم النبي ص.م المدينة وهم يسلفون بالتمر السنتن والثلاث, فقال: من اسلف فى شيئ ففي كيل معلوم ووزن معلوم الى اجل معلوم.
حدثنا علي حدثنا سفيان قال: حدثنى ابن ابي نجيح وقال: فيسلف فى كيل معلوم الى اجل معلوم.
Dari ibnu abi Najih, dari abdullah bin katsir dari abu al-minhal, dari ibn abbas r.a dia berkata,”nabi SAW datang kemadinah sementara mereka melakukan jual-beli salam pada kurma selama dua atau tiga tahun. Maka beliau bersabda: “ Barang siapa melakukan jual-beli sistim salam pada sesuatu maka hendaklah menggunakan takaran yang diketahui, Timbangan yang diketahui, sehingga batas waktu yang diketahui”
Ibn Batal berkata: para ulama sepakat bahwa apabila barang yang dijual dengan sistim salam adalah barang yang ditakar atau ditimbang, maka saat transaksi harus menyebutkan takaran atau timbangan yang digunakan. Apabila barang itu bukan suatu yang ditakar atau ditimbang, maka harus disebutkan secara pasti.
Ibn Hajar mengatakan: “ menyebutkan hasta yang dijadikan standard. Jumlah dan hasta diikutkan pada takaran dan  timbangan, karena adannya persamaan yaitu kesamaan secara pasti akan barang yang dibeli. Berlaku pada hasta, syarat-syarat yang telah disebutkan pada takaran dan timbangan, berupa kepastian hasta yang dijadikan standard. Hal itu karena terjadi perbedaan hasta pada setiap tempat.
Para ulama sepakat untuk mengetahui sifat barang yang akan diserahkan, yakni sifat yang membedakan dari barang lainnya. Seakan bagian ini tidak didisebutkan dalam hadits karna mereka telah mempraktekkannya sedangkan hadits ini memberikan perhatian pada apa yang bisa mereka abaikan[4].



DAFTAR PUSTAKA
As-shanani.  Subulussalam. Terjamahan Abu Bakar Muhammad. Surabaya: Al-Ikhlas,1995,

Al-Asqolani, Ibnu hajar . Imam Al-hafidz. Fathul baari. Terjemahan Amiruddin. Jakarta: Pustaka Azam, 2005.



[1] As-shanani, subulussalam, terjamahan Abu Bakar Muhammad (Surabaya: Al-Ikhlas,1995), 126-128
[3] As-shanani, subulussalam, terjamahan Abu Bakar Muhammad (Surabaya: Al-Ikhlas,1995),170
[4] Ibnu hajar Al-Asqolani, Imam Al-hafidz. Fathul baari, terjemahan Amiruddin (Jakarta: Pustaka Azam, 2005),9